Nilai Toleransi di Indonesia Masa Kini - UAS

Inter-Relasi :
1. Toleransi
2. Lunturnya Jati Diri Bangsa
3. Sikap Intoleran
4. Rambut Gondrong

Pokok Pikiran Setiap Paragraf :

• Nilai Toleransi Bangsa Indonesia
• Indonesia Masa Kini
• Dogma Kaum Intoleran
• Sikap Diskriminatif
• Nilai Toleransi Yang Seharusnya Di Lestarikan
• Rambut Gondrong Di Mata Pendidikan Perkuliahan
• Perlunya Rekontruksi Pola Pikir Masyarakat

Indonesia dikenal mempunyai nilai toleransi yang tinggi, mempunyai berbagai budaya, suku, ras, agama, dan bahasa tidak membuat Indonesia menjadi negara yang intoleran terhadap kaum minoritas. Menjujung tinggi sikap toleransi sudah melekat pada bangsa ini sejak dulu, terbukti dari semboyan bangsa Indonesia "Bhineka Tunggal Ika" yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap satu". Walaupun pada realisasinya masyarakat Indonesia masa kini masih harus menggali lebih dalam apa sebenarnya pengertian dari kata 'Toleransi' ini.

Di sisi lain, Indonesia masa kini juga mempunyai banyak kasus intoleran terhadap sesuatu hal yang dianggap oleh masyarakat masih menjadi hal yang tabu dan melenceng dari mayoritas. Mengagungkan persepsi mayoritas tanpa memberi pengertian sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat. Tanpa peduli walau seseorang melakukan hal atau berpendapat lain yang berbeda apapun itu dari mayoritas, masyarakat akan mengecam dan tidak bisa menerima kehadiran seseorang itu dalam lingkungan mereka.

Menjadi sama seakan-akan menjadi dogma masyarakat Indonesia masa kini. Banyak kaum intoleran bermunculan, mencuci otak pribumi, dan menjadikan persepsi mereka sebagai kaum intoleran. Melahirkan sosok baru yang diskriminatif, menjatuhkan jati diri bangsa, dan menimbulkan perpecahan saudara se-bumi, Indonesia. Hanya melihat dari satu sisi sudut pandang sudah bisa membuat mereka tergerak agar menjadikan mereka yang berbeda menjadi sama atau pergi ke luar sana.

Penampilan seseorang pun tidak luput dari mata kaum intoleran, mereka yang memakai busana yang agak aneh, bertato, rambut gondrong, dan masih banyak lagi akan menjadi sorotan dan akan di kategorikan menurut dogma yang sudah melekat sebelumnya pada persepsi mereka. Tanpa tahu bagaimana sebenarnya seseorang yang berbeda itu, apakah baik atau tidak, pria atau wanita, tua atau muda, tidak perlu lama dengan sendirinya pemikiran yang langsung disimpulkan akan lahir. Mereka akan dianggap sebagai kaum minoritas, kaum yang dipaksa sama menjadi kaum yang mereka panuti dengan mayoritas masyarakat.

Sikap intoleran sudah menjadi momok bagi pola pikir kaum minoritas yang dianggap berbeda dan melenceng dari garis keras kaum intoleran. Berbeda bukanlah sesuatu yang harus disamakan, menghargai akan pilihan seseorang adalah nilai yang harus tetap dijaga dan dilestarikan adanya. Jika semua yang ada di muka bumi ini sama, keindahan yang sebenarnya ada di balik segala perbedaan akan lenyap tanpa sisa. Ada hitam ada putih, ada api ada air, ada barat ada timur, ada bumi ada langit, bukankah beberapa perbedaan ini sudah sedikit membuktikan bahwa berbeda itu bukanlah hal yang harus disamakan.

Seperti pria yang memiliki rambut gondrong biasanya akan di anggap sebagai seseorang yang tidak rapi dan jorok bagi kaum intoleran. Padahal memiliki rambut gondrong mempunyai keunikan tersendiri bagi siapapun yang memilikinya, karena yang sudah melekat dalam persepsi kita adalah yang mempunyai rambut panjang alias gondrong itu di miliki wanita, wanitalah yang seharusnya memiliki rambut panjang alias gondrong bukan pria, dan pria didominasi dengan rambut pendek. Bahkan di dunia pendidikan, khususnya perkuliahan rambut gondrong masih menjadi sesuatu hal yang dilarang di beberapa kampus negeri maupun swasta. Rambut gondrong sering dihubungkan dengan moral maupun proses belajar mengajar, sebenarnya mereka hanya ingin mahasiswanya terlihat rapi. Pandangan subjektif ini sama sekali tidak salah selama menjadi nasehat tapi akan salah jika menjadikannya sebuah aturan. Karena mengutip dari UU nomor 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, Bab II pasal 6 ayat b, yakni penjabaran tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi, "Pendidikan Tinggi diselenggarakan dengan prinsip; demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjujung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa".

Penampilan seseorang tidak selalu mewakili bagaimana sikap dan perilakunya, tidak setiap orang yang mempunyai rambut gondrong adalah mereka yang tidak mempunyai moral. Rekontruksi pandangan seperti ini lah yang seharusnya dilakukan, memandang sesuatu hanya dari luar juga tidak selalu menjadi patokan. Tidak semuanya yang terlihat buruk di mata kita adalah sesuatu yang memang buruk, dibalik kerang yang lusuh pun mempunyai mutiara yang berkilau. Tidak semua yang berambut gondrong harus menjadi sama, setiap individu mempunyai kehendak bebas dan hak untuk memilih. Hidup bukan tentang persamaan, hidup ada karena perbedaan. Hargai perbedaan, tanpa perbedaan hal-hal indah akan punah.